Meskipun volume ekspor kelapa tahun ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2022 pada periode yang sama, namun nilai ekspornya mengalami penurunan karena harga minyak nabati dunia yang tengah turun.
Eddy menjelaskan bahwa industri kelapa sawit merupakan salah satu pemain penting di pasar minyak nabati dunia, meskipun pangsa pasarnya besar.
Tetapi, kelapa hanya memegang sekitar 33% dari pangsa pasar minyak nabati dunia, sementara sisanya ditempati oleh jenis minyak nabati lainnya.
Oleh karena itu, fluktuasi harga minyak nabati jenis lainnya dapat berdampak pada harga minyak kelapa sawit.
Dia memberi contoh perang Rusia-Ukraina yang terjadi baru-baru ini. Konflik ini mempengaruhi pasokan minyak nabati biji bunga matahari dari Rusia dan Ukraina, sehingga harga minyak nabati naik drastis.
Di saat itu, Indonesia menghentikan sementara ekspor kelapa untuk mencoba menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri.
Namun, kebijakan ini berujung pada penumpukan stok kelapa yang berlimpah dan harga yang turun tajam ketika pemerintah kembali membuka ekspor.
Eddy juga membahas tentang rencana pembentukan bursa minyak kelapa (CPO) di Indonesia untuk membantu menentukan harga minyak kelapa sawit.
Namun, dia mencatat bahwa kebijakan yang mewajibkan keterlibatan dalam bursa tersebut dapat menimbulkan biaya tambahan dan berbagai konsekuensi lainnya.