TikTok menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini karena raksasa media asal China itu telah merambah ke industri e-commerce dengan fitur ‘TikTok Shop’.
Banyak yang kemudian menganggap TikTok sebagai social-commerce, yaitu platform media sosial yang juga berfungsi sebagai tempat penjualan barang.
Dikhawatirkan TikTok Shop bakalan ‘membunuh’ platform e-commerce yg sudah ada. Namun, hal ini dibantah oleh Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga.
Bima Laga mengatakan kalau TikTok Shop sudah mendapatkan izin resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk beroperasi sebagai e-commerce di Indonesia.
“Makanya, tidak bisa dibilang jika TikTok Shop mengancam e-commerce, karena secara bisnis dia punya izin sebagai e-commerce. Mereka sama-sama e-commerce,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia pada Sabtu (29/7/2023).
Bima menjelaskan bahwa fenomena social-commerce pada dasarnya mengacu pada media sosial yang tidak memiliki izin operasi sebagai e-commerce, kemudian digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk berdagang.
“Beda jika membahas tentang TikTok sebagai media sosial, karena tidak memungkinkan untuk melakukan transaksi di sana. Transaksi dilakukan di TikTok Shop,” jelasnya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki juga merasa khawatir tentang hal ini. Ia mengamati banyak barang impor yang dijual di platform e-commerce maupun social-commerce. Fenomena ini dapat berpotensi membahayakan eksistensi bisnis lokal.
Dalam merespons hal tersebut, Bima menjelaskan bahwa hanya sedikit anggota idEA yang menjalankan bisnis lintas-negara alias cross border.
“Paling hanya Shopee dan Lazada. Saat ada yang membeli produk dari luar negeri di aplikasi tersebut, sudah lewat atau membayar Bea Cukai. Hitungannya, walaupun untuk impor yang kecil, sudah sesuai dengan aturan pemerintah. Jadi, tidak ada yang dilanggar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Bima menyatakan bahwa pihaknya menghargai masukan dari Teten. Sampai saat ini, memang masih saja ada gempuran impor yang tidak sesuai aturan dan dilakukan oleh oknum tertentu.
“Contohnya, jika ada seseorang yang bepergian ke luar negeri, membeli barang di sana, lalu menjualnya di platform e-commerce. Siapa yang salah? Bukan salah platformnya,” ujarnya.
Ia menyatakan bahwa oknum seperti itu perlu dicari dan ditangani bersama-sama.
Bima menegaskan bahwa semua anggota idEA berkomitmen untuk mendorong UMKM lokal, sesuai dengan aturan pemerintah yang berlaku.
“Dalam platform e-commerce, terdapat penambahan lebih dari 14 juta pelaku UMKM. Ini membuktikan dukungan kami terhadap ekonomi lokal melalui usaha online,” pungkasnya.
Sumber : cnbcindonesia.com